Kamis, 26 Februari 2015

[015] Al Hijr Ayat 010

««•»»
Surah Al Hijr 10

وَلَقَد أَرسَلنا مِن قَبلِكَ في شِيَعِ الأَوَّلينَ
««•»»
walaqad arsalnaa min qablika fii syiya'i al-awwaliina
««•»»
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (beberapa rasul) sebelum kamu kepada umat-umat yang terdahulu.
««•»»
Certainly We sent [apostles] before you to former communities,
««•»»

Dengan ayat ini Allah SWT menghibur hati Nabi Muhammad saw yang dalam keadaan bersedih hati dan mengalami penderitaan akibat olok-olokkan, cercaan dan kelaliman orang-orang musyrik Mekah. Beliau merasa sedih dan duka atas kebodohan kaumnya yang tidak mau memahami Alquran bahkan mengatakan dirinya sendiri orang yang gila. Allah SWT menerangkan bahwa yang sedang dialami Nabi Muhammad itu, telah dialami pula oleh para Rasul yang sebelumnya telah diutus kepada umat-umat yang dahulu.

Hampir semua umat-umat yang dahulu memperolok-olokkan Rasul-rasul bahkan di antara mereka ada yang mengadakan rencana jahat untuk membunuhnya. Mereka mengingkari seruan Rasul dan tetap melaksanakan adat kebiasaan dan kepercayaan warisan nenek moyang mereka. Hampir semua Rasul diutus kepada kaumnya sendirian, tanpa teman dan pembantu yang menolongnya kecuali pembantu dan penolong yang diperolehnya setelah melakukan dakwah.

Pada umumnya para Rasul itu orang miskin, tanpa pembesar atau penguasa yang menolongnya, tanpa harta benda yang cukup untuk membiayai dakwahnya, tetapi semua Rasul adalah orang-orang yang tabah dan sabar melaksanakan tugas-tugas yang dipikulkan kepadanya.

Seakan-akan dengan ayat ini Allah SWT menegaskan kepada Nabi Muhammad bahwa janganlah putus asa disebabkan sikap dan tindakan-tindakan orang-orang kafir itu, semua Rasul mengalami cobaan dan tantangan seperti itu. Sikap mereka yang demikian itu adalah karena akhlak mereka telah rusak, bahwa nafsu mereka telah mengalahkan semua kebenaran yang mungkin masuk ke dalam hati mereka sehingga mereka tidak dapat menerima ayat-ayat Alquran yang disampaikan kepada mereka.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Dan sesungguhnya Kami telah mengutus sebelum kamu) beberapa rasul (kepada umat-umat) golongan-golongan (terdahulu.)
««•»»
And verily We sent before you, messengers, to former factions, sects.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

[AYAT 9][AYAT 11]
[KEMBALI]
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
10of99
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
 http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=15&tAyahNo=10&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2
al-quran.info/#15:10

[015] Al Hijr Ayat 009

««•»»
Surah Al Hijr 9

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
««•»»
innaa nahnu nazzalnaa aldzdzikra wa-innaa lahu lahaafizhuuna
««•»»
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya  {793}.
{793} Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Quran selama-lamanya.
««•»»
Indeed We have sent down the Reminder,[1] and indeed We will preserve it.
[1] That is, the Qurʾān.
««•»»

(Sesungguhnya Kamilah) lafal nahnu mentaukidkan atau mengukuhkan makna yang terdapat di dalam isimnya inna, atau sebagai fashl (yang menurunkan Adz-Dzikr) Alquran (dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya) dari penggantian, perubahan, penambahan dan pengurangan.

Ayat ini merupakan peringatan yang keras bagi orang-orang yang mengabaikan Alquran, mereka tidak percaya bahwa Alquran itu diturunkan Allah kepada Rasul Nya Muhammad, seakan-akan Tuhan menegaskan kepada mereka: "Kamu ini hai orang-orang kafir sebenarnya adalah orang-orang yang sesat yang memperolok-olokan Nabi dan Rasul yang telah Kami utus menyampaikan agama Islam kepadamu. Sesungguhnya sikap kamu yang demikian itu tidak akan mempengaruhi sedikitpun terhadap kemurnian dan kesucian Alquran, karena Kamilah yang menurunkannya. Kamu menuduh Muhammad seorang yang gila tetapi Kami menegaskan bahwa Kami sendirilah yang melihat Alquran itu dari segala macam usaha untuk mengotorinya dan usaha untuk menambah, mengurangi dan merubah ayat-ayatnya. Kami akan memeliharanya dari segala macam bentuk campur tangan manusia terhadapnya. Akan datang saatnya nanti manusia akan menghapal dan membacanya, mempelajari dan menggali isinya, agar mereka memperoleh dari Alquran itu petunjuk dan hikmah, tuntunan akhlak dan budi pekerti yang baik, ilmu pengetahuan dan pedoman berpikir bagi para ahli dan cerdik pandai, serta petunjuk ke jalan hidup di dunia dan di akhirat nanti".

Jaminan Allah SWT terhadap pemeliharaan Alquran itu ditegaskan lagi dalam firman Nya:
يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
"Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya Nya meskipun orang-orang kafir benci".
(Q.S As Saf: 8)

Mengenai jaminan Allah terhadap kesucian dan kemurnian Alquran itu serta penegasan bahwa Allah sendirilah yang memeliharanya akan terbukti jika diperhatikan dan dipelajari sejarah turunnya Alquran, cara-cara yang dilakukan Nabi saw menyiarkan memelihara dan membetulkan bacaan para sahabat, melarang menulis selain ayat-ayat Alquran ini dilanjutkan dan sebagainya. Kemudian usaha pemeliharaan Alquran ini dilanjutkan oleh para sahabat, tabiin dan oleh setiap generasi kaum Muslimin yang datang sesudahnya, sampai kepada masa kini.

Untuk mengetahui dan membuktikan bahwa Alquran yang sampai kepada kita sekarang adalah murni dan terpelihara, akan diterangkan sejarah Alquran di masa Rasulullah, zaman sahabat dan usaha kaum Muslimin memeliharanya pada saat ini serta sejarah penulisan dan bacaannya:

PERTAMA

Alquran diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad saw dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari. Setiap ayat-ayat yang diturunkan Nabi menyuruh menghafal dan menulisnya di batu, kulit binatang, pelepah tamar dan apa saja yang dapat dipakai untuk ditulis. Nabi menerangkan bagaimana ayat-ayat itu disusun dalam surah, mana yang dahulu dan mana yang kemudian. Nabi mengadakan peraturan, yaitu Alquran sajalah yang boleh ditulis, selain dari Alquran itu, seperti hadis atau pelajaran yang mereka terima dari mulut Nabi dilarang menulisnya. Larangan ini ialah dengan maksud supaya Alquran Karim itu terpelihara, jangan bercampur aduk dengan yang lain yang juga di dengar dari Nabi saw. Di samping menulis Nabi menganjurkan supaya Alquran itu dibaca dan dihafal dan diwajibkan membacanya dalam salat.

Dengan jalan demikian banyaklah orang yang hafal Alquran. Surah yang satu macam dihafal oleh ribuan manusia dan yang hafal seluruh Alquran pun banyak. Dalam pada itu tidak satu ayatpun yang tidak dituliskan. Untuk mendorong usaha menulis Alquran, maka Nabi sangat menghargai kepandaian menulis dan membaca. Pada perang Badar orang-orang musyrikin yang ditawan oleh Nabi, yang tidak mampu menebus dirinya dengan uang, tetapi pandai tulis baca, masing-masing diharuskan mengajar sepuluh orang muslim menulis dan membaca sebagai ganti tebusan.

Karena itu bertambahlah keyakinan untuk belajar menulis dan membaca dan bertambah banyaklah yang pandai menulis dan membaca, dan banyaklah pula orang-orang yang menulis ayat-ayat yang telah diturunkan. Nabi sendiri mempunyai beberapa orang penulis yang bertugas menuliskan Alquran untuk beliau. Penulis-penulis beliau yang terkenal ialah Ali bin Abu Talib, Usman bin Affan, Ubay bin Kaab, Zaid bin Sabit dan Muawiah. Yang terbanyak menuliskan ialah Zaid bin Sabit dan Muawiah.

Dengan demikian terdapatlah di masa Nabi tiga unsur yang tolong menolong memelihara Alquran yang telah diturunkan itu, yaitu:
  1. Hafalan dari mereka yang hafal Alquran
  2. Naskah-naskah yang ditulis untuk Nabi.
  3. Naskah-naskah yang ditulis oleh mereka yang pandai menulis dan membaca untuk mereka masing-masing.
Dalam pada itu oleh Jibril diadakan ulangan (repitisi) sekali setahun. Waktu ulangan itu Nabi disuruh mengulang, memperdengarkan Alquran yang telah diturunkan. Di tahun beliau wafat ulangan itu diadakan oleh Jibril dua kali.

Nabi sendiri sering pula mengadakan ulangan itu terhadap sahabat-sahabatnya, maka sahabat-sahabatnya itu disuruhnya membacakan Alquran di hadapannya, untuk membetulkan hafalan dan bacaan mereka.

Nabi baru wafat di waktu Alquran itu telah cukup diturunkan dan telah dihafal oleh ribuan manusia dan telah ditulis dengan lengkap ayat-ayatnya. Ayat-ayatnya dalam suatu surah telah disusun menurut tertib urut yang ditunjukkan sendiri oleh Nabi.

Para sahabat telah mendengar Alquran itu dari mulut Nabi berkali-kali dalam salat, dalam pidato-pidato beliau dalam pelajaran-pelajaran dan lain-lain sebagaimana Nabi sendiripun telah mendengar pula dari mereka. Pendeknya Alquranul Karim telah dijaga dan dipelihara dengan baik dan Nabi telah menjalani suatu cara yang amat praktis untuk memelihara dan menyiarkan Alquran itu sesuai dengan keadaan bangsa Arab di waktu itu.

Suatu hal yang menarik perhatian ialah Nabi baru wafat sebagai disebutkan di atas, di kala Alquran itu telah cukup diturunkan. Hal ini bukanlah suatu kebetulan saja, melainkan telah diatur oleh Yang Maha Kuasa. Sesudah Rasulullah saw wafat, para sahabat sepakat memilih Abu Bakar sebagai khalifah.

Pada permulaan masa pemerintahannya banyak di antara orang-orang Islam yang belum kuat imannya menjadi murtad dan ada pula di antara mereka mendakwakan menjadi Nabi. Karena itu Abu Bakar memerangi mereka dalam peperangan ini telah gugur 70 orang penghafal Alquran dan sebelum itu telah gugur pula beberapa orang. Atas anjuran Umar bin Khattab dan anjuran itu diterima pula oleh Aba Bakar, maka ditugaskan Zaid bin Sabit menulis kembali Alquran yang naskahnya ditulis pada masa Nabi dan dibetulkan dengan ayat-ayat Alquran yang berada dalam hafalan para sahabat yang masih hidup. Setelah selesai menulisnya dalam lembaran-lembaran, diikat pula dengan benang, tersusun menurut urutan yang telah ditetapkan Rasulullah, kemudian diserahkan kepada Aba Bakar. Setelah Aba Bakar meninggal mushaf ini diserahkan kepada penggantinya Umar bin Khattab. Setelah Umar meninggal mushaf ini disimpan di rumah Hafsah, putri Umar dan istri Rasulullah, sampai kepada masa pembukuan Alquran di masa khalifah Usman bin Affan.

Di masa Khalifah Usman bin Affan daerah pemerintahan Islam telah sampai ke Armenia dan Azarbaijan di sebelah timur dan Tripoli di sebelah barat. Dengan demikian kelihatanlah kaum Muslimin di waktu itu telah terpencar-pencar di Mesir, Syria, Irak, Persia dan Afrika. Ke mana mereka pergi dan di mana mereka tinggal Alquranul Karim itu tetap jadi imam mereka, di antara mereka banyak yang hafal Alquran itu. Pada mereka ada naskah-naskah Alquran, tetapi naskah-naskah yang mereka punyai itu tidak sama susunan surah-surahnya.

Begitu juga terjadi di antara mereka pertikaian tentang bacaan Alquran itu. Asal mulanya perbedaan bacaan ini ialah karena Rasulullah sendiripun memberi kelonggaran kepada kabilah-kabilah Arab yang berada di masanya, untuk membacakan dan melafalkan Alquran itu menurut dialek mereka masing-masing. Kelonggaran ini diberikan Nabi supaya mereka mudah menghafal Alquran.

Tetapi kemudian kelihatan tanda-tanda bahwa pertikaian tentang bacaan Alquran ini kalau dibiarkan saja akan mendatangkan perselisihan dan perpecahan yang tidak diinginkan di kalangan kaum Muslimin.

Orang yang mula-mula menghadapkan perhatiannya kepada hal ini seorang sahabat yang bernama Huzaifah bin Yaman. Beliau ikut dalam peperangan menaklukkan Armenia dan Azerbaijan, selama dalam perjalanan ia pernah mendengar kaum Muslimin bertikai tentang bacaan beberapa ayat Alquran dan pernah mendengar perkataan seorang muslim kepada temannya: "bacaan saya lebih baik dari bacaanmu".

Hal ini disampaikan oleh Huzaifah kepada khalifah Usman bin Affan. Oleh Usman dimintalah kepada Hafsah mushaf yang disimpannya dahulu; dan dibentuklah panitia terdiri dari Zaid bin Sabit sebagai ketua, Abdullah bin Zubair, Said bin As dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam. Tugas panitia ini ialah membukukan Alquran, yakni menyalin dari lembaran-lembaran tersebut menjadi buku. Dalam melaksanakan tugas ini Usman menasihatkan supaya:
  1. Mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal Alquran.
  2. Kalau ada pertikaian mereka tentang bacaan, maka harus ditulis menurut dialek suku Quraisy sebab Alquran itu diturunkan menurut dialek mereka.
Maka dikerjakanlah oleh panitia sebagaimana yang ditugaskan kepada mereka, dan setelah tugas itu selesai, maka lembaran-lembaran Alquran yang dipinjam dari Hafsah itu dibakar.

Alquran yang telah dibukukan ini dinamakan "Al Mushaf' dan oleh panitia ditulis lima buah "Al Mushaf'. Empat buah di antaranya dikirim ke Mekah, Syria, Basrah dan Kufah, agar di tempat-tempat itu disalin pula mushaf yang dapat dibaca oleh kaum Muslimin. Sebuah ditinggalkan di Madinah untuk Usman sendiri dan itulah yang dinamai "mushaf Al Imam".

Demikianlah Alquran itu dibukukan pada masa sahabat. Semua mushaf yang diterbitkan kemudian harus disesuaikan dengan mushaf Al Imam. Kemudian usaha menjaga kemurnian Alquran itu tetap dilakukan oleh kaum Muslimin di seluruh dunia, sampai kepada generasi yang sekarang ini.

Usaha-usaha menjaga kemurnian Alquran itu di Indonesia dilakukan dalam bermacam-macam usaha, di antaranya jalan:
  1. Mengadakan "Lajnah Pentashih Mushaf Alquran" yang bertugas antara lain meneliti semua mushaf sebelum mushaf itu diedarkan ke tengah masyarakat. Panitia ini langsung dibiayai oleh pemerintah Republik Indonesia dan berada di bawah Menteri Agama.
  2. Pemerintah telah mempunyai Naskah Alquran dan merupakan standard dalam penerbitan Alquran di Indonesia yang telah disesuaikan dengan Mushaf Al Imam.
  3. Mengadakan Musabaqah Tilawatil Quran setiap tahun yang langsung yang diurus oleh negara.
  4. Usaha-usaha yang lain yang dilakukan oleh segenap kaum Muslimin, seperti mengadakan sekolah hafal Alquran, taman pendidikan Alquran perguruan tinggi Alquran dan sebagainya.
KE·DUA

Setelah Usman bin Affan wafat mushaf Al Imam tetap dianggap sebagai pegangan satu-satunya oleh umat Islam dalam pembacaan Alquran. Meskipun demikian terdapat juga beberapa perbedaan dalam pembacaan tersebut. Sebab-sebab timbulnya perbedaan itu dapat disimpulkan dalam dua hal:
Pertama: Penulisan Alquran itu sendiri.
Kedua: Perbedaan dialek orang-orang Arab.

Penulisan Alquran itu dapat menimbulkan perbedaan, oleh karena Mushaf Al Imam ditulis oleh sahabat-sababat yang tulisannya belum dapat dikatakan tulisan yang baik, sebagaimana yang diterangkan dalam buku "Mukadimah Ibnu Khaldun". Dalam buku tersebut Ibnu Khaldun berkata: "perhatikanlah akibat-akibat yang terjadi akibat tulisan mushaf yang ditulis sendiri oleh sahabat-sahabat dengan tangannya. Tulisan itu tidak begitu baik, sehingga kadang-kadang terjadilah beberapa kesalahan dalam tulisan, jika ditinjau dari segi tulisan yang baik dan bagus. Di samping itu penulisan Mushaf Al Imam adalah tanpa titik dan baris.

Adapun perbedaan dialek orang-orang Arab telah menimbulkan macam-macam kiraat (bacaan), sehingga pada tahun 200 Hijrah muncullah ahli-ahli qiraah yang tidak terhitung banyaknya.

Di antara dialek-dialek bahasa Arab yang masyhur ialah lahjah Quraisy, Huzail, Tamim, Asad, Rabi'ah, Hawazin dan Saad. Dan waktu itu muncullah qari-qari yang masyhur, dan yang termasyhur ialah tujuh orang Qari', yaitu: Abdullah bin amir, Abu' Ma'ad Abdullah bin Kasir, Abu Bakar Asim bin Abi Abi An Nujud, Abu Amr bin A'la, Nafi' bin Na'im, Abul Hasan Ali bin Hamzah Al Kisa'i Abu Jarah bin Ubiba/Hamzah.

Qiraah-qiraah itu dipopulerkan orang dengan nama "Qiraah Saba`ah (bacaan yang tujuh).

Sebagaimana diterangkan di atas, Alquran mula-mula ditulis tanpa titik dan baris, namun demikian hal ini tidak mempengaruhi pembacaan Alquran, karena para sahabat dan para tabiin adalah orang-orang yang fasih dalam bahasa Arab. Oleh sebab itu mereka dapat membacanya dengan baik dan tepat. Tetapi setelah agama Islam tersiar dan banyak bangsa yang bukan Arab memeluk agama Islam, sulitlah bagi mereka membaca Alquran tanpa titik dan baris itu. Sangat dikhawatirkan bahwa hal ini akan menimbulkan kesalahan-kesalahan dalam bacaan Alquran.

Maka Abul Aswad Addu'ali mengambil inisiatif untuk memberi tanda-tanda dalam Alquran dengan tinta yang berlainan warnanya, tanda titik itu ialah titik di atas untuk fatah, titik di bawah untuk kasrah, titik sebelah kiri atas untuk damah dan dua titik untuk tanwin. Hal ini terjadi pada masa Muawiah bin Abu Sofyan.

Kemudian di masa khalifah Abdul Malik bin Marwan, Nasir bin Asim, dan Yahya bin Amar menambahkan tanda-tanda untuk huruf-huruf yang bertitik dengan tinta yang sama dengan tulisan Alquran. Itu adalah untuk membedakan antara maksud dari titik Abul Aswad Adduali dengan titik yang baru ini. Titik Abul Aswad adalah untuk tanda baca dan titik Nasir bin Asim adalah untuk huruf. Cara penulisan semacam ini tetap berlaku pada masa Bani Umayah, dan pada permulaan kerajaan Abbasiyah, bahkan tetap pula dipakai di Spanyol sampai pertengahan abad ke empat hijrah. Kemudian ternyata bahwa cara pemberian tanda seperti ini menimbulkan kesulitan bagi para pembaca Alquran karena terlalu banyak titik, sedang titik itu lama kelamaan hampir menjadi serupa warnanya.

Maka Al Khalil mengambil inisiatif untuk membuat tanda-tanda yang baru.
yaitu wau kecil ( و ) di atas untuk damah huruf alif kecil ( ا ) untuk tanda fatah, huruf ya kecil ( ي ) untuk tanda kasrah, kepala huruf syin ( ّ ) untuk tanda syaddah, kepala ha ( ْ ) untuk sukun dan kepala 'ain ( ْ ) untuk hamzah.

Kemudian tanda-tanda ini dipermudah dipotong dan ditambah sehingga menjadi bentuk yang ada sekarang.

Demikianlah usaha Nabi Muhammad saw dan kaum Muslimin memelihara dan menjaga Alquran dari segala macam campur tangan manusia, sehingga Alquran yang ada pada tangan kaum Muslimin pada masa kini, persis sama dengan Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Dan hal ini dijamin Allah akan tetap terpelihara untuk selamanya.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Sesungguhnya Kamilah) lafal nahnu mentaukidkan atau mengukuhkan makna yang terdapat di dalam isimnya inna, atau sebagai fashl (yang menurunkan Adz-Dzikr) Alquran (dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya) dari penggantian, perubahan, penambahan dan pengurangan.

««•»»
Verily it is We (nahnu emphasises the subject of inna, or [functions as] a separating pronoun) Who have revealed the Remembrance, the Qur’ān, and assuredly We will preserve it, against substitution, distortion, additions and omissions.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

[AYAT 8][AYAT 10]
[KEMBALI]
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
9of99
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=15&tAyahNo=9&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2 
al-quran.info/#15:9

Rabu, 18 Februari 2015

[015] Al Hijr Ayat 008

««•»»
Surah Al Hijr 8

مَا نُنَزِّلُ الْمَلَائِكَةَ إِلَّا بِالْحَقِّ وَمَا كَانُوا إِذًا مُنْظَرِينَ
««•»»
maa nunazzilu almalaa-ikata illaa bialhaqqi wamaa kaanuu idzan munzhariina
««•»»
Kami tidak menurunkan malaikat melainkan dengan benar (untuk membawa azab) dan tiadalah mereka ketika itu diberi tangguh.
««•»»
We do not send down the angels except with due reason, and then they will not be granted any respite.
««•»»

Allah menjawab olok-olok orang musyrik Mekah itu dengan ayat ini, bahwa Allah tidak akan menurunkan malaikat, jika tidak ada hikmahnya dan faedahnya. Dalam pada itu seandainya Allah SWT menurunkan para malaikat dari langit dan mengangkatnya sebagai Rasul yang menyampaikan agamanya, maka hal itu tidak ada manfaatnya, tidak akan dapat meyakinkan dan meluruskan akidah orang musyrik itu. Sebagaimana diketahui bahwa malaikat itu adalah makhluk yang gaib dan halus sehingga mata manusia tidak akan sanggup melihatnya.

Seandainya Allah SWT menghendaki dan dijadikan Nya malaikat itu berbentuk manusia, sehingga mata manusia dapat melihatnya, kemudian Allah mengutusnya sebagai Nabi dan Rasul kepada mereka, malaikat itu makan dan minum seperti mereka, berjalan dan bergaul bersama mereka, maka akan timbul pula dalam pikiran mereka bahwa malaikat yang diberi tugas seorang Rasul itu seakan-akan manusia seperti mereka, bukan malaikat. Pada saat itu timbullah keraguan dalam diri mereka.

Hal ini diterangkan dalam firman Allah SWT:
وَلَوْ جَعَلْنَاهُ مَلَكًا لَجَعَلْنَاهُ رَجُلًا وَلَلَبَسْنَا عَلَيْهِمْ مَا يَلْبِسُونَ
Dan kalau Kami jadikan Rasul itu (dari) malaikat, tentulah Kami jadikan dia berupa laki-laki dan (jika Kami jadikan dia berupa laki-laki), Kami pun akan jadikan mereka tetap ragu sebagaimana kini mereka ragu.
(QS Al An'am [6]:9)

Dari sikap dan cara mereka seperti yang dikemukakan dalam firman Allah di atas, terbuktilah bahwa sebenarnya hati mereka telah tertutup menerima kebenaran, bukti apapun yang dikemukakan kepada mereka, merekapun tidak akan beriman.
Allah SWT berfirman:
وَلَوْ أَنَّنَا نَزَّلْنَا إِلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةَ وَكَلَّمَهُمُ الْمَوْتَى وَحَشَرْنَا عَلَيْهِمْ كُلَّ شَيْءٍ قُبُلًا مَا كَانُوا لِيُؤْمِنُوا إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ يَجْهَلُونَ
Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu kehadapan mreka, niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah mengendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
(QS Al An'am [6]:111)

Karena sikap mereka yang demikian itu, maka Allah memberikan peringatan keras kepada mereka, bahwa penurunan para malaikat itu merupakan tanda bahwa mereka akan ditimpa malapetaka yang besar, mereka akan dihancur leburkan dan riwayat mereka akan berakhir. Ketentuan ini sesuai dengan Sunnatullah, yang telah berlaku bagi umat-umat yang terdahulu yang telah memperolok-olok Rasul-rasul Allah yang telah diutus kepada mereka. Sebelum azab ditimpakan maka diutuslah kepada mereka malaikat, seperti yang pernah terjadi pada kaum Lut,

Sebagaimana firman Allah SWT:
قَالُوا يَا لُوطُ إِنَّا رُسُلُ رَبِّكَ لَنْ يَصِلُوا إِلَيْكَ فَأَسْرِ بِأَهْلِكَ بِقِطْعٍ مِنَ اللَّيْلِ وَلَا يَلْتَفِتْ مِنْكُمْ أَحَدٌ إِلَّا امْرَأَتَكَ إِنَّهُ مُصِيبُهَا مَا أَصَابَهُمْ إِنَّ مَوْعِدَهُمُ الصُّبْحُ أَلَيْسَ الصُّبْحُ بِقَرِيبٍ
Para utusan (malaikat) berkata: "Hai Lut, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga, dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorangpun di antara kamu yang tertinggal, kecuali istrimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh, bukankah subuh itu sudah dekat?
(QS Huud [11]:81)

Mujahid dalam penafsiran ayat ini berkata: Bahwa Tuhan menurunkan malaikat hanyalah sebagai Rasul Allah atau sebagai tanda dan pembawa azab Allah.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

Allah berfirman (Kami tidak menurunkan) dan menurut suatu qiraat dibaca tanazzalu dengan membuang salah satu huruf ta-nya (malaikat melainkan dengan benar) untuk membawa azab (dan tiadalah mereka ketika itu) sewaktu malaikat turun dengan membawa azab (diberi tangguh) ditangguhkan azabnya.
««•»»
God, exalted be He, says: The angels do not descend (tanazzalu: one of the two tā’ letters [of tatanazzalu] has been omitted) save with the truth, with the chastisement; and then, that is, upon the descent of the angels with the chastisement, they [the disbelievers] would not be reprieved, [would not] be granted respite.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

[AYAT 7][AYAT 9]
[KEMBALI]
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
8of99
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=15&tAyahNo=8&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2 
al-quran.info/#15:8

[015] Al Hijr Ayat 007

««•»»
Surah Al Hijr 7

لَوْ مَا تَأْتِينَا بِالْمَلَائِكَةِ إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ
««•»»
law maa ta/tiinaa bialmalaa-ikati in kunta mina alshshaadiqiina
««•»»
Mengapa kamu tidak mendatangkan malaikat kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar?"
««•»»
Why do you not bring us the angels should you be truthful?!’
««•»»

Selanjutnya orang-orang kafir mengatakan, seandainya engkau hai Muhammad benar-benar percaya atas kebenaran apa yang engkau sampaikan dan percaya bahwa engkau benar-benar Nabi dan Rasul Allah, yang diutus kepada kami, tentulah engkau dapat meminta kepada Allah agar bersama engkau diutus pula seorang malaikat dari langit, yang dapat menguatkan dan membuktikan kenabian dan kerasulan engkau itu kepada kami.

Dari permintaan mereka itu tergambarlah jalan pikiran mereka tentang kenabian dan kerasulan. Menurut mereka jika diutus seorang Nabi atau Rasul, mesti ada malaikat yang mendampinginya, sehingga malaikat dapat menguatkan kenabian dan kerasulannya, memudahkan manusia menerima risalahnya, atau Nabi itu cukup berupa malaikat saja. Menurut jalan pikiran mereka itu, yang membawa ayat-ayat Allah hanyalah makhluk rohani, sedangkan manusia adalah makhluk jasmani (dapat dilihat). Manusia sekalipun mempunyai kekuatan yang tinggi, tetap ia tidak mungkin menjadi Nabi dan Rasul, disebabkan mereka masih bergaul dengan manusia yang lain, mereka terikat dengan keperluan jasmani, seperti makan, minum, berpakaian, ingin kekuasaan, ingin mengumpulkan harta, sangat terikat dengan kehidupan duniawi dan sebagainya. Karena itu mustahil seorang manusia menjadi Nabi dan Rasul, kecuali jika pengangkatan kenabian dan kerasulan itu dikuatkan atau dikukuhkan oleh satu malaikat.

Kepercayaan orang-orang musyrik Mekah ini adalah seperti kepercayaan Firaun dan para pengikutnya tentang Rasul dan Nabi. Menurut mereka semua Rasul yang diangkat Allah, biasanya diangkat dengan upacara yang penuh keagungan dan kebesaran, seperti pengangkatan raja-raja mereka, dengan memakai perhiasan gelang dan kalung yang terbuat dari emas dan dengan pakaian kebesaran atau Rasul itu datang dengan diiringi oleh para malaikat,

Sebagaimana diterangkan dalam firman Allah SWT:
فَلَوْلَا أُلْقِيَ عَلَيْهِ أَسْوِرَةٌ مِنْ ذَهَبٍ أَوْ جَاءَ مَعَهُ الْمَلَائِكَةُ مُقْتَرِنِينَ (53) فَاسْتَخَفَّ قَوْمَهُ فَأَطَاعُوهُ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا فَاسِقِينَ (54)
Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya. Maka Firaun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya. Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik.
(QS Az Zukhruf [];53-54)

Menurut Muqatil, orang-orang Quraisy yang mengejek Nabi Muhammad saw dengan perkataan seperti yang diterangkan ayat di atas adalah Abdullah bin Umaiyah, Nadar bin Haris, Naufal bin Khuwailid dan Walid bin Mugirah. Semua mereka adalah pembesar Quraisy yang terkemuka di waktu itu.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

("Mengapa tidak) (kamu datangkan malaikat kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar?") di dalam ucapanmu itu yang mengatakan, bahwa kamu adalah seorang nabi, dan Alquran ini dari sisi Allah?
««•»»
Why do you not bring us the angels, if you are of the truthful?’, in saying that you are a prophet and that this Qur’ān is from God.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

[AYAT 6][AYAT 8]
[KEMBALI]
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
7of99
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=15&tAyahNo=7&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2 
al-quran.info/#15:7

Minggu, 15 Februari 2015

[015] Al Hijr Ayat 006

««•»»
Surah Al Hijr 6

وَقَالُوا يَا أَيُّهَا الَّذِي نُزِّلَ عَلَيْهِ الذِّكْرُ إِنَّكَ لَمَجْنُونٌ
««•»»
waqaaluu yaa ayyuhaa alladzii nuzzila 'alayhi aldzdzikru innaka lamajnuunun
««•»»
Mereka berkata: "Hai orang yang diturunkan Al Qur'an kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila {792}.
{792} Kata-kata ini diucapkan oleh orang-orang kafir Mekah kepada Nabi Shalallaahu 'Alayhi Wasallam sebagai ejekan.
««•»»
They said, ‘O you, to whom the Reminder has been sent down, you are indeed crazy.
««•»»

Ayat ini menerangkan perkataan dan ejekan orang-orang kafir Mekah kepada Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alayhi Wasallam sewaktu ayat-ayat Alquran disampaikan kepada mereka. Mereka mengatakan: "Hai Muhammad, laki-laki yang menyatakan dirinya Nabi dan Rasul Allah dan Allah telah menurunkan kepadanya Alquran. Sebenarnya ucapan dan dakwamu itu menunjukkan bahwa kamu sesungguhnya adalah orang yang gila atau ada tanda-tanda gila pada dirimu karena Alquran itu tidak mempunyai arti dan makna sedikitpun, bertentangan dengan pendapat kita, menyalahi kepercayaan yang telah diwariskan nenek moyang kita. Apakah mungkin kita menerima sesuatu yang tidak sesuai dengan pikiran dan tidak disukai pula oleh cerdik pandai dan para ulama kita".

Dari ucapan orang-orang kafir itu, nampak dengan jelas sikap mereka yang sebenarnya terhadap Alquran dan Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alayhi Wasallam. Mereka membantah Alquran tanpa memikirkan dan merenungkan bukti-bukti dan dalil-dalil yang tersebut di dalamnya yang menjelaskan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah yang ada pada diri mereka, pada binatang ternak yang mereka pelihara pada tanaman-tanaman yang mereka tanam untuk memenuhi kebutuhan mereka; pada bumi tempat mereka berdiam, pada alam semesta dan sebagainya. Semuanya itu mereka ingkari dan dustakan tanpa merenungkan dan memikirkan lebih dahulu.

Sikap mereka yang demikian itu ditimbulkan oleh kesesatan hati, keras kepala dan fanatik kepada nenek moyang yang telah terhunjam dalam diri mereka,

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
مَا يَأْتِيهِمْ مِنْ ذِكْرٍ مِنْ رَبِّهِمْ مُحْدَثٍ إِلَّا اسْتَمَعُوهُ وَهُمْ يَلْعَبُونَ (2) لَاهِيَةً قُلُوبُهُمْ وَأَسَرُّوا النَّجْوَى الَّذِينَ ظَلَمُوا هَلْ هَذَا إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ أَفَتَأْتُونَ السِّحْرَ وَأَنْتُمْ تُبْصِرُونَ
Tidak datang kepada mereka suatu ayat dari Alquran pun yang baru (diturunkan) dari Tuhan mereka, melainkan mereka mendengarnya, sedang mereka bermain-main, (lagi) hati mereka dalam keadaan lalai. Dan mereka yang zalim itu merahasiakan pembicaraan mereka: "Orang ini tidak lain hanyalah seorang manusia (jua) seperti kamu, maka apakah kamu menerima sihir itu, padahal kamu menyaksikannya".
(QS Al Anbiya' [21:2-3)

Karena sikap tidak mau memperhatikan dan rasa fanatik yang mendalam itu, maka mereka mendustakan ayat-ayat Alquran, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

وَمَا تَأْتِيهِمْ مِنْ آيَةٍ مِنْ آيَاتِ رَبِّهِمْ إِلَّا كَانُوا عَنْهَا مُعْرِضِينَ
Dan tak ada suatu ayatpun dan ayat-ayat Tuhan sampai kepada mereka, melainkan mereka selalu berpaling dari padanya (mendustakannya).
(Q.S Al An'am [6]:4)

Sikap mereka yang demikian menimbulkan sifat sombong dan takabur pada diri mereka, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَقَالَ الَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا لَوْلَا أُنْزِلَ عَلَيْنَا الْمَلَائِكَةُ أَوْ نَرَى رَبَّنَا لَقَدِ اسْتَكْبَرُوا فِي أَنْفُسِهِمْ وَعَتَوْا عُتُوًّا كَبِيرًا
Berkatalah orang-orang yang tidak menanti-nanti pertemuan (nya) dengan, Kami: "Mengapakah tidak diturunkan kepada kita malaikat atau (mengapa) kita (tidak) melihat Tuhan kita?". Sesungguhnya mereka memandang besar tentang diri mereka dan mereka benar-benar telah melampaui batas (dalam melakukan) kelaliman.
(QS Al Furqaan [25]:21)

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Dan mereka berkata) yaitu orang-orang kafir Mekah kepada Nabi saw. ("Hai orang yang diturunkan Adz-Dzikru kepadanya!) yakni Alquran, menurut perkiraan (Sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila.")
««•»»
And they, that is, the disbelievers of Mecca, say, to the Prophet (s): ‘O you, to whom the Remembrance, the Qur’ān — as you claim — has been revealed, lo! you are indeed possessed!

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
[AYAT 5][AYAT 7]
[KEMBALI]
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
6of99
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=15&tAyahNo=6&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2 
al-quran.info/#15:6

[015] Al Hijr Ayat 005

««•»»
Surah Al Hijr 5

ما تَسبِقُ مِن أُمَّةٍ أَجَلَها وَما يَستَأخِرونَ
««•»»
maa tasbiqu min ummatin ajalahaa wamaa yasta/khiruuna
««•»»
Tidak ada suatu umatpun yang dapat mendahului ajalnya, dan tidak (pula) dapat mengundurkan (nya).
««•»»
No nation can advance its time nor can it defer it.
««•»»

Ayat ini menerangkan bahwa tidak ada suatu pengertian yang dihancurkan Allah, kecuali jika telah ditentukan Allah waktu kehancurannya di dalam Lohmahfuz, tidak ada sesuatupun yang lupa menuliskannya, tidak ada yang terlambat tidak pula yang terdahulu sedikitpun dari ketentuan waktu yang telah ditetapkan itu.

Dari ayat ini dipahami bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak akan mengazab sesuatu kaum sebelum ada dasar ketentuan waktu untuk menjatuhkan azab itu. Yang dimaksud dengan dasar, ialah telah diutus seorang Rasul kepada umat tersebut menyampaikan agama Allah.

Ayat ini merupakan peringatan bagi orang-orang musyrik Mekah yang selalu menghalang-halangi Rasulullah dan para sahabatnya menyampaikan risalahnya. Peringatan ini berlaku juga bagi orang-orang yang datang kemudian yang melakukan tindakan yang serupa dengan tindakan-tindakan orang-orang musyrik Mekah itu. Keputusan dan peringatan Allah itu pasti berlaku.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Tiada yang dapat mendahului) huruf min adalah zaidah (suatu umat pun akan ajalnya, dan tiada pula yang dapat mengundurkannya) menangguhkan saat ajalnya dari waktu yang telah ditentukan oleh Allah.
««•»»
No community (min ummatin: min is extra) can outstrip its [predetermined] term nor can they [seek to] delay it, [nor can they] put it off.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

[AYAT 4][AYAT 6]
[KEMBALI]
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
5of99
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=15&tAyahNo=5&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2 
al-quran.info/#15:5

[015] Al Hijr Ayat 004

««•»»
Surah Al Hijr 4

وَما أَهلَكنا مِن قَريَةٍ إِلّا وَلَها كِتابٌ مَعلومٌ
««•»»
wamaa ahlaknaa min qaryatin illaa walahaa kitaabun ma'luumun
««•»»
Dan Kami tiada membinasakan sesuatu negeripun, melainkan ada baginya ketentuan masa yang telah ditetapkan.
««•»»
We did not destroy any town but that it had a known term.
««•»»

Ayat ini menerangkan bahwa tidak ada suatu pengertian yang dihancurkan Allah, kecuali jika telah ditentukan Allah waktu kehancurannya di dalam Lohmahfuz, tidak ada sesuatupun yang lupa menuliskannya, tidak ada yang terlambat tidak pula yang terdahulu sedikitpun dari ketentuan waktu yang telah ditetapkan itu.

Dari ayat ini dipahami bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak akan mengazab sesuatu kaum sebelum ada dasar ketentuan waktu untuk menjatuhkan azab itu. Yang dimaksud dengan dasar, ialah telah diutus seorang Rasul kepada umat tersebut menyampaikan agama Allah.

Ayat ini merupakan peringatan bagi orang-orang musyrik Mekah yang selalu menghalang-halangi Rasulullah dan para sahabatnya menyampaikan risalahnya. Peringatan ini berlaku juga bagi orang-orang yang datang kemudian yang melakukan tindakan yang serupa dengan tindakan-tindakan orang-orang musyrik Mekah itu. Keputusan dan peringatan Allah itu pasti berlaku.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Dan Kami tiada membinasakan) huruf min adalah zaidah (sesuatu negeri pun) yang dimaksud adalah para penduduknya (melainkan ada baginya ketentuan) masa (yang telah ditetapkan) yang terbatas untuk pembinasaan mereka.
««•»»
And We did not destroy any town (min qaryatin: min is extra), meaning, its inhabitants, but that it had a known decree, a [pre-]determined term, after which it would be destroyed.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

[AYAT 3][AYAT 5]
[KEMBALI]
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
4of99
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=15&tAyahNo=4&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2 
al-quran.info/#15:4

[015] Al Hijr Ayat 003

««•»»
Surah Al Hijr 3

ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ
««•»»
dzarhum ya/kuluu wayatamatta'uu wayulhihimu al-amalu fasawfa ya'lamuuna
««•»»
Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).
««•»»
Leave them to eat and enjoy and to be diverted by longings. Soon they will know.
««•»»

Pada ayat di atas Allah Subhanahu wa Ta'ala telah melukiskan kepada orang-orang kafir keadaan mereka di akhirat nanti dan keadaan mereka di saat menanggung azab yang pedih, namun lukisan yang demikian tidak membekas sedikitpun di hati mereka, bahkan mereka menganggap peringatan Allah itu sesuatu yang tidak ada artinya sama sekali.

Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada Rasulullah saw jika mereka tetap ingkar sekalipun telah diterima peringatan dan pelajaran, biarkan sajalah mereka dalam kelalaian dan kelengahannya seperti yang telah mereka lakukan itu, biarkanlah mereka mengenyam dan mengecap segala kesenangan dan kelezatan hidup di dunia serta memperturutkan hawa nafsunya, biarkanlah mereka memakan makanan, biarkanlah berbuat sesuka hatinya sampai kepada waktu yang ditentukan.

Biarkanlah mereka berangan-angan dan berkhayal, bahwa mereka akan memperoleh harta benda yang tidak terhingga banyaknya, akan memperoleh apa yang mereka inginkan, seperti memperoleh banyak anak dan keturunan, mempunyai istana yang indah, dapat memaksakan kehendaknya atas musuhnya dan atas siapa yang mereka kehendaki.

Peringatan yang disampaikan Allah itu, merupakan ancaman yang keras bagi orang-orang kafir, bahwa perbuatan dan tindakan mereka itu bertentangan dengan ajaran agama Allah, bertentangan dengan budi pekerti dan pribadi muslim.

Kehancuran budi pekerti dan pribadi muslim itu dilukiskan dalam sabda Rasulullah saw:
عن عمرو بن شعيب عن النبى صلى الله عليه وسلم: قال صلاح أول هذه الأمة بالزهد واليقين ويهلك آخرها بالبخل والأمل
Dari Amar bin Syuaib dari Nabi saw, beliau bersabda: "Kebaikan utama umat ini ialah zuhud dan yakin, dan umat akhir zaman akan dirusak oleh kebakhilan dan angan-angannya".
(H.R Ahmad, Tabrani dan Baihaqi)

Sayidina Ali bin Abu Talib berkata: "Bahwasanya yang aku takuti atasmu ada dua perkara, yaitu panjang angan-angan dan memperturutkan hawa nafsu. Maka sesungguhnya panjang angan-angan menjadikan lupa kepada akhirat dan memperturutkan hawa nafsu menghalang-halangi berlakunya yang baik (hak)".

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Biarkanlah mereka) biarkanlah orang-orang kafir itu, hai Muhammad (makan dan bersenang-senang) di dunia mereka ini (dan dilalaikan) disibukkan (oleh angan-angan kosong) dengan dipanjangkan umur mereka dan lain-lainnya sehingga mereka lupa daratan akan iman (maka kelak mereka akan mengetahui) akibat daripada perbuatan mereka. Ayat ini diturunkan sebelum ada perintah untuk memerangi mereka.
««•»»
Leave them, the disbelievers, O Muhammad (s), to eat and to enjoy, this world of theirs, and that they be diverted, distracted, by hope, of a long life and other [such] matters, [that keep them] away from faith, for they will come to know, the sequel of their affair — this was [revealed] before the command to fight [them].
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

[AYAT 2][AYAT 4]
[KEMBALI]
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
3of99
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=15&tAyahNo=3&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2  
al-quran.info/#15:3